2/26/2013

PT.PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara

Siap Berkompetisi Tingkatkan Kualitas Layanan Jasa Kelistrikan

Sejarah kelistrikan wilayah Sumatera bagian Utara cukup panjang. Apabila melihat dari awalnya listrik mulai ada di Indonesia tahun 1893 di daerah Batavia (Jakarta). Dengan semakin berkembangnya teknologi, 30 tahun kemudian di tahun 1923 listrik mulai masuk ke wilayah Medan. Berkembang hingga saat ini di bawah naungan PT.PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara



GM PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
GM PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
Perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara di masa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996 dibentuk organisasi baru bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara. Dengan pembentukan Organisasi baru PT PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PT.PLN Wilayah II, maka fungsi – fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya dikelola PT.PLN Wilayah II berpisah tanggung jawab pengelolaanya ke PLN Pembangkitan dan Penyaluran Sumbagut. Sementara itu, PT.PLN Wilayah II berkonsentrasi pada distribusi dan penjualan tenaga listrik.

Selayang Pandang
Berdasarkan sejarahnya menurut GM PT.PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Chris Leo Manggala, untuk sentral operasional PT.PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara dibangun di tanah pertapakan Kantor PLN Cabang Medan yang sekarang berada di Jl. Listrik No. 12 Medan. Bangunan ini didirikan oleh NV NIGEM / OGEM yang merupakan perusahaan swasta saat itu yang berada dibawah Pemerintahan Belanda. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada tahun 1924, selanjutnya untuk Wilayah Tebing Tinggi pada tahun 1927. Wilayah Sibolga (NV ANIWM) Brastagi dan Tarutung mendapat giliran pada tahun 1929, mengikuti Tanjung Balai pada tahun 1931 milik Gemeente-Kotapraja. Pembangunan ini tak henti sampai disana, pada tahun 1936 di Labuhan Bilik bangunan kelistrikan didirikan pada tahun 1936 dan pada tahun 1937 Tanjung Tiram menyusul. Pada masa penjajahan Jepang pengelolaan Perusahaan Listrik Swasta Belanda (PLSB) diambil alih oleh Jepang, tanpa mengadakan penambahan mesin dan perluasan jaringan. Daerah kerja dibagi menjadi Perusahaan Listrik Sumatera Utara, Perusahaan Listrik Jawa dan seterusnya sesuai struktur organisasi pemerintahan tentara Jepang saat itu.

Pada saat presiden Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, diikuti dengan berkumandangnya Kesatuan Aksi Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih perusahaan listrik milik perusahaan swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan Listrik yang sudah diambil alih oleh para pemuda pada saat itu diserahkan kepada Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih tersebut, maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. Sejarah memang membuktikan kemudian bahwa dalam suasana yang makin memburuk dalam hubungan Indonesia – Belanda, tanggal 3 Oktober 1953 keluar Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat(2) UUD 1945.

Pembangkit, PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
Pembangkit, PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
Setelah aksi ambil alih itu, sejak tahun 1955 di Medan berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (Sumatera Timur dan Tapanuli) yang mula – mula dikepalai R.Sukarno ( merangkap kepala di Aceh ), yang selanjutnya tahun 1959 dikepalai oleh Ahmad Syaifullah. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PPUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan dirubah. Sumatera Utara, Aceh, Sumbar, Riau menjadi PLN Eksploitasi. Akhirnya pada tahun tahun 1965, BPU PLN dibubarkan dengan Peraturan Menteri PUT No. 9 /PRT/64 dan Peraturan Menteri No. 1/PRT/65 ditetapkan pembagian daerah kerja PLN menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi. Sumatera Utara tetap menjadi Eksploitasi I. Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Ekploitasi I Sumatera Utara, melalui keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/66 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, P.Siantar (Berkedudukan di Tebing Tinggi). PP No. 18 tahun 1972 mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam SK Menteri tersebut PLN Eksploitasi I Sumatera Utara dirubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara. Kemudian menyusul Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang merubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah. PLN Eksploitasi II menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 23 / 1994 tanggal 16 Juni 1994 maka PLN statusnya ditetapkan sebagai perusahaan persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat. Dimana pada abad 21, PLN harus mampu dalam menghadapi tantangan yang ada. PLN harus mampu menggunakan tolak ukur Internasional, dan harus mampu berswadaya tinggi, dengan manajemen yang berani transparan, terbuka, desentralisasi, profit center dan cost center. Untuk mencapai tujuan PLN meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong perkembangan industri pada PJPT II yang tanggung jawabnya cukup besar dan berat, kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan instansi dan lembaga yang terkait perlu dibina dan ditingkatkan terus.
Atasi Masalah Yang Perlu Pemecahan

Pembangkit, PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
Pembangkit, PT. PLN Pembangkit Sumatera Bagian Utara
Permasalahan-permasalahan kelistrikan di Sumatera Bagian Utara selama ini tidak sedikit. Ini terkait dengan cadangan pengadaan listrik yang tidak terlalu besar, dalam arti belum memenuhi kuota cadangan yang distandarkan untuk pengadaan listrik Wilayah Sumatera Bagian Utara. Cadangan yang teramat tipis ini terbukti apabila ada unit pembangkit yang besar mengalami permasalahan atau gangguan, akan ada pemadaman listrik di satu wilayah. Chris Leo Manggala mengatakan, pemadaman terjadi sekitar 1 jam karena pemadaman biasanya terjadi pada saat beban puncak saja, karena beban pada pembangkit induk mengalami kekurangan. “Misalnya Labuan Angin, terjadi gangguan pada satu unit, akhirnya terjadilah pemadaman pada daerah sekitarnya,” ucap Chris Leo. Chris Leo menambahkan, untuk wilayah Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (PSBU) beban puncak biasanya terjadi pada waktu malam sekitar pukul 07 -08 malam dan biasanya karena dampak  pemakaian seluruh alat-alat rumah tangga yang digunakan. Contonya untuk wilayah Belawan satu unit pembangkit GT itu bisa sekitar 130 RW. Dalam karyanya yang terus dilakukan, saat ini PSBU sedang menunggu proyek PLTU batubara hingga saat ini sedang dalam taraf pembangunan, yang letaknya ada di sekitar Nagan Raya dan Pangkalan Susu. “Karena PLTU batubara saat ini sedang mengalami kemunduran dalam produktifitasnya, sehingga kami terpaksa harus melakukan sewa mesin. Ini dilakukan untuk menanggulangi agar tidak terjadi pemadaman,” terang Chris Leo. Terkait dengan masalah-masalah yang terjadi Chris Leo juga menjelaskan tentang kandungan gas yang berada di Belawan yang berasal dari Salamantep saat ini volumenya sudah semakin menurun. Sebelumnya gas yang didistribusikan dapat menghidupkan beberapa mesin, namun saat ini hanya tinggal 10 mmsid, kalau dilihat efektifnya sekitar 100 mmsid. “Ini terjadi karena sumur gas yang beroperasi mengalami penurunan. Terpaksa untuk menghindari pemadaman, kami harus menggunakan minyak untuk menghidupi mesin-mesin kami,” imbuh Chris Leo.

Untuk pembangkit yang sedang ditunggu dan diharapkan secepatnya dapat dioperasikan oleh PSBU, yakni pembangkit Pangkalan Susu yang kapasitasnya sekitar 2x200 sedangkan untuk pembangkit Nagan Raya sekitar 2x110, apabila sudah beroperasi sudah dapat menghemat anggaran operasional PLN karena sudah tidak menggunakan bahan bakar minyak. Untuk pembangkit listrik Nagan Raya diperkirakan pada bulan Januari 2013 pembangunanya sudah selesai, sedangkan untuk pembangkit di Pangkalan Susu baru sekitar bulan Desember 2013 selesai. “Saat ini pembangunan sedang dalam taraf akhir penyelesaian untuk Nagan Raya, namun untuk Pangkalan Susu agak lama mengingat kapasitasnya yang lebih besar. Kalau pembangkit ini sudah beroperasi, untuk pembangkit sudah tidak lagi kami operasikan otomatis biaya produksi kami bisa turun banyak,” tutur Chris Leo. Keuntungannya PSBU untuk wilayah Sumatera ini sudah menjadi satu kesatuan, jadi sudah dapat saling transfer energi ke wilayah-wilayah lain. “Kami juga diinformasikan untuk asahan II kerjasama dengan Pemerintah Jepang akan segera selesai dan mungkin tahun depan akan selesai dan mungkin saja haknya akan dikembalikan kepada Pemerintah Indonesia. Harapan kami kalau bisa oleh Pemerintah, mesin-mesin pembangkitnya diserahkan ke PLN karena yang akan mengoperasikan, walaupun nanti misalnya diperuntukan untuk pabrik aluminium namun minimal biaya produksi kami otomatis turun karena dengan menggunakan hidro, biayanya jauh lebih murah. Apalagi kalau misalkan pabrik Aluminiumnya tidak dilanjutkan itu lumayan bisa membantu sistem sekitar 600 MW, namun apabila masih dipergunakan untuk pabrik aluminium minimal biaya produksi kami sangat menurun,” jelas Chris Leo. Chris Leo menambahkan, Sumatera Bagian Utara ini untuk sumur-sumur gas cukup banyak kapasitasnya, misalnya seperti Wilayah Riau dan Wilayah Aceh. Namun memang untuk batubara tidak terlalu banyak, sedangkan untuk sungai-sungai sendiri sebagai pembangkit skala kecil cukup banyak dan untuk mikro hidro di Wilayah Asahan III dapat memproduksi hingga sekitar beberapa ratus MW.[]

Tidak ada komentar: